Secangkir Kopi Hitam Di Sebuah Kantor
Entah di mana saya pernah membaca di sebuah cangkir kopi tulisan, ‘Kopimu menggambarkan siapa kamu.’ Cicipi kopi yang dibuat seseorang, maka kamu akan tahu siapa orang ini. Paling tidak setelah mencicipi kopinya kita paham, ia seorang penggemar kopi sejati atau sekadar minum kopi sebagai rutinitas.
Seperti halnya kecap, kopi dari tanah kelahiran sering jadi pilihan yang tak pernah ditinggalkan orang. Kalau tak merek x, kopi tidak enak rasanya. Bagi si penikmat kopi, tak cukup sampai di situ. Merek tidak penting lagi karena tiap kopi punya ciri khas sendiri yang layak dicicipi. Karena kopi yang enak tak semata bicara kualitas, tapi cara menyimpan, menggiling, dan menyeduh.
Itu sebabnya di acara gathering kantor, teman-teman penikmat kopi, jarang mengambil kopi kecuali untuk melawan rasa kantuk. Apa enaknya kopi yang dibuat massal di dalam teko volume 4 liter? Itu mah, bukan kopi, tetapi lumpur yang berpura-pura jadi kopi. Kejam, ya? Minum setengah cangkir kopi yang dibuat ngasal untuk beberapa orang, bisa jadi merusak hari.
Si penikmat kopi memang punya sederet syarat tentang enak tidaknya secangkir kopi. Teman saya di kantor, Donny, seperti saya juga kalau menikmati kopi, ya tanpa gula. Kalau sudah manis, rasa nikmatnya kopi sudah “rusak”, alias sulit dideteksi. Makanya kopi harus antigula. Bukan karena kesehatan, lo. Keputusan menghilangkan gula hanya soal kenikmatan semata.
Nah, suatu hari ia membawa beberapa kantong kopi. Kantongnya tentu dari kertas yang kedap. Coffee maniak sangat sensitif terhadap aroma. Kalau kertasnya berbau atau kertasnya bisa ditembus aroma sekitar, pasti protes seketika. Nah, ditawarinyalah kopi yang konon produksi sahabatnya itu pada seisi kantor. “Ini enak, lo…”
Semua orang bergeming. Di rumah bolehlah menggiling kopi. Di kantor nanti dulu. Apalagi kalau penggilingnya manual. Kopi sachet bahkan lebih laris-manis di kantor saya. Ngomong-ngomong soal gilingan listrik, jangan coba menawarkan gilingan listrik kepada pencinta kopi. Blade pada alat penggiling akan membuat kopi panas saat digiling dan merusak aromanya. Penggiling manual pisaunya dari keramik, aman buat kopi.
Untuk memancing teman-temannya mencicipi, Donny membuatkan beberapa cangkir kopi hitam. Hmm…betul, sih, nikmat. Tetapi kalau sedang sibuk, giling biji kopi, masak air panas, mendiamkan sebentar agar suhunya turun beberapa derajat lantas menyeduhnya, wah, sesuattttuuu banget.
Mungkin sikap kami yang mendiamkan kopi tetap dalam kantong kertasnya tanpa disentuh, berbekas pada Donny. Suatu sore dari kejauhan pantry di ujung ruang saya mendengar ia mengajak Mas Rudy menikmati kopi buatannya. Lo, kok pahit, tanya office boy kami itu. Maka dikuliahilah sang obe bagaimana cara minum kopi yang benar. No sugar. Si Office boy manggut-manggut.
Dibawanya cangkir berisi kopi panas itu turun. Entah apa yang dilakukannya di bawah. Meminumnya sambil meresapi kebenaran ajaran Donny, atau bisa saja menambahkan 2 sdm gula, yang jelas ketika naik, ia memuji, “Betul, Mas Dony, kopinya enak, bikin sakit pinggang saya hilang!”
Baca juga:
Baca juga:
Pencinta Kopi, Wajib Tahu 7 Jenis Kopi Di Indonesia Ini
Kopi Bisa Bikin Perceraian dan 9 Fakta Unik Kopi Lain