Choi pan, jajanan khas Pontianak yang umumnya berisi sayuran seperti bengkuang, kucai, rebung, atau talas. | SHUTTERSTOCK/MARLA_SELA

Baru Tahu, Ternyata Ini Beda antara Choi Pan Dan Ci Cong Fan!

author
Dini Adica
Rabu, 30 Juli 2025 | 18:14 WIB

Di tengah maraknya tren gaya hidup sehat, banyak orang mulai beralih ke jajanan tradisional yang lebih ramah di tubuh. Dua camilan yang sering jadi pilihan adalah choi pan dan ci cong fan. Namanya mirip, namun keduanya sebenarnya memiliki asal-usul, rasa, dan tekstur yang berbeda.

Choi pan berasal dari tradisi kuliner masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat, sedangkan ci cong fan atau sering disebut chee cheong fun, banyak ditemukan di Medan yang juga banyak dipengaruhi budaya Tionghoa.

Keduanya kini banyak ditemukan di pasar tradisional hingga gerai makanan kekinian, menjadikannya alternatif jajanan sehat khas Nusantara yang semakin digemari.

Buat yang masih bingung beda choi pan dan ci cong fan, yuk kita kenali satu-satu.

Choi Pan, “Pastel Kukus” dari Pontianak

Choi pan, atau sering juga disebut chai kue, adalah jajanan tradisional khas Tionghoa yang populer di daerah seperti Bangka Belitung dan Kalimantan Barat, terutama Pontianak dan Singkawang.

Nama "choi pan" sendiri berasal dari bahasa Hakka yang secara harfiah berarti "kue berisi sayuran”. Choi artinya sayur, dan pan berarti kue. Dalam bahasa Tiochiu, istilah “chai kue” punya makna serupa.

Makanan ringan ini punya ciri khas pada kulitnya yang tipis, lembut, dan sedikit transparan. Kulit tersebut dibuat dari campuran tepung beras dan tepung tapioka, memberikan tekstur kenyal yang pas saat dikukus.

Isian choi pan umumnya terdiri atas sayuran seperti bengkuang, kucai, rebung, atau talas. Agar makin gurih, ditumis dengan bumbu sederhana dan dilengkapi ebi (udang kering). Setelah diisi, kulit choi pan dilipat seperti pastel mini, lalu dikukus hingga matang.

Seiring waktu, isian choi pan juga makin beragam. Sekarang, banyak penjual yang menawarkan varian dengan jamur, udang segar, bahkan daging cincang. Meski isinya lebih kekinian, rasa khas tradisionalnya tetap dipertahankan.

Inovasi ini cukup berhasil menarik perhatian generasi muda yang suka eksplorasi kuliner, tapi tetap ingin sesuatu yang sehat dan familiar.

Untuk penyajian, choi pan biasanya diberi topping bawang putih goreng yang renyah dan disajikan bersama saus sambal racikan sendiri yang pedas, asam, dan aromatik.

Selain lezat, choi pan juga tergolong sehat. Karena proses memasaknya dikukus, kalorinya relatif rendah. Kandungan sayurannya pun membuat choi pan tinggi serat, bagus untuk pencernaan dan cocok buat menu sarapan yang lebih sehat.

Ci cong fan, yang berasal dari Medan, bisa disajikan polos atau dengan isian. | SHUTTERSTOCK/ARIYANI TEDJO

Ci Cong Fan, Lembaran Kwetiaw dari Medan

Jika choi pan asalnya dari Pontianak, ci cong fan merupakan salah satu camilan khas Medan. Bentuknya lebih seperti lembaran kwetiaw yang ukurannya lebih lebar tetapi dipotong-potong.

Makanan ini terbuat dari campuran tepung beras dan tang mien (tepung pati gandum) yang dikukus hingga membentuk lembaran tipis, kenyal, dan lebih lembut daripada choipan. Kemudian, lembaran ini disajikan dalam bentuk potongan kecil.

Ada dua jenis ci cong fan, yaitu ci cong fan polos dan ci cong fan isi. Ci cong fan polos tentu tidak ada rasanya, tetapi biasanya disiram dengan saus seperti kecap asin, kaldu rempah, atau saus asam manis pedas, sehingga menghasilkan cita rasa gurih, manis, dan sedikit asam.

Meski namanya berasal dari bahasa Kanton, yaitu “jyu” yang artinya babi, “cheung” berarti usus, dan “fan” berarti mi, ci cong fan tidak selalu non-halal. Isian ci cong fan sangat beragam, mulai dari sayuran segar, daging ayam, sapi, atau babi.

Untuk menyajikannya, ci cong fan digulung seperti kulit lumpia sebelum diisi dengan daging ayam atau sayuran.

Kalau mau lebih nendang, kamu bisa menyantap ci cong fan dengan kudapan pendampingnya, seperti uyen (talas goreng berbentuk bola), lumpia sayur, chai thau kwe (kue lobak goreng), atau siomay. Lalu di atasnya ditaburi bawang goreng dan biji wijen untuk menambah aroma dan tampilannya.

Di Medan, jajanan tradisional ini banyak dijajakan di pinggir jalan, terutama pagi atau sore hari sebagai menu sarapan atau makanan ringan yang cukup mengenyangkan. Kalau kamu punya pantangan makanan tertentu, jangan lupa tanya dulu isiannya ke penjual, ya!

Nah, itulah beda choi pan dan ci cong fan. Kalau kamu lebih suka yang mana?

Sumber: Tempo.co, Liputan6, Bacakoran.co