
Tren Matcha dan Dubai Chocolate Picu Kelangkaan Bahan Baku secara Global
Banyak video makanan dan minuman yang dibagikan di TikTok, lalu jadi booming dan semua orang ingin ikut mencoba. Contohnya matcha yang nggak cuma bisa diolah jadi minuman, tetapi juga es krim, cake, saus soba, dan lain sebagainya. Juga Dubai Chocolate, cokelat pistachio ala Dubai yang mewah banget.
Cokelat Dubai, yang kali pertama diperkenalkan oleh Sarah Hamouda, perempuan berdarah Inggris-Mesir yang tinggal di Dubai, boleh dibilang yang paling heboh. Cokelatnya diisi krim pistachio, tahini, dan knafeh, yang membuatnya jadi super fancy. Satu video tentang cokelat ini bahkan ditonton lebih dari 120 juta kali di TikTok!
Gara-gara itu, supermarket-supermarket langsung gercep pakai alat AI untuk memantau resep yang viral, percakapan warganet, sampai review restoran. Jadi sekarang, produk baru bisa muncul di rak toko cuma dalam hitungan minggu.
Baca juga: Sup Ayam Angkak, Menu Keluarga untuk Lawan DBD (Coba Juga Resep Masakan Angkak Lainnya!)
Cokelat Dubai ini contohnya, sudah dirilis sama Lidl, Lindt, bahkan Waitrose sampai memberi batas pembelian dua batang per orang. Sedangkan matcha latte, yang dibuat dari teh hijau Jepang, kini ditampilkan sebagai menu di berbagai kafe dan resto di Inggris. Beberapa jaringan toko berlisensi yang “numpang tenar” antara lain toko sandwich Pret a Manger, Starbucks, atau kedai kopi Gail’s.
Kelangkaan Bahan Baku secara Global
Yang tidak banyak diketahui konsumen, ternyata ada sisi gelap dari semua hype makanan ini. Keberhasilan satu batang cokelat telah mengakibatkan kekurangan pistachio secara global dan kenaikan harga biji yang sesuai.
Para petani dan produsen dibikin pusing karena permintaan pistachio yang mendadak tinggi bikin harganya naik hampir 35%! Padahal produksi sudah ditingkatkan. Amerika, terutama di wilayah California, sekarang jadi produsen pistachio terbesar di dunia.
Namun persediaan kacang pistachio ternyata sudah berkurang karena panen yang gagal tahun lalu di Amerika. Dengan demikian, ketenaran Cokelat Dubai yang luar biasa hanya memperburuk masalah ini.
"Tidak banyak (pistachio) yang tersedia, jadi ketika Cokelat Dubai muncul, dan (para pembuat cokelat) membeli semua biji yang mereka dapatkan... itu membuat seluruh dunia kekurangan," kata Giles Hacking, penjual kacang CG Hacking di London.
Baca juga: Agar Makanan dari Air Fryer Tetap Gurih Kayak Digoreng dengan Minyak
Menurutnya, harga pistachio telah melonjak dari $7,95 menjadi $10,30 per 450 gram hanya dalam setahun.
Sama halnya dengan matcha. Karena permintaan yang melonjak, beberapa produsen di Kyoto, Jepang, seperti Ippodo dan Marukyu Koyamaen, harus membatasi penjualan. Produksi matcha di Jepang tahun 2023 naik jadi 4.176 ton, hampir tiga kali lipat dari tahun 2010. Tapi tetap saja, masih kurang!
Mahalnya harga matcha disebabkan oleh proses produksinya yang memakan waktu dan melelahkan. Matcha berkualitas tinggi berasal dari daun tencha, yang dinaungi selama berminggu-minggu sebelum dipanen untuk meningkatkan rasa dan kandungan nutrisinya.
Matcha yang dipanen pertama kali, yang dihargai karena kualitasnya yang unggul, hanya dipanen sekali setahun pada bulan April dan Mei. Jendela panen yang terbatas ini, membuat hampir mustahil untuk meningkatkan produksi secara dramatis dalam semalam.
Konsumen mungkin senang-senang saja mengikuti tren makanan unik dan estetik. Tetapi sayangnya, ada dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pistachio, misalnya, butuh banyak air buat tumbuh, sementara daerah penghasil utamanya (seperti California dan Iran) sering kekeringan. Kalau permintaan makin tinggi, bisa-bisa air tanah habis dan lingkungan rusak.
Baca juga: Nutella Hadirkan Varian Rasa Baru Setelah 60 Tahun, Apa yang Berubah?
Lalu, kalau satu jenis tanaman ditanam besar-besaran cuma karena tren, hal itu bisa bikin hutan dibabat demi lahan tanam. Akibatnya? Satwa kehilangan habitat, tanah dan air bisa tercemar karena penggunaan pestisida berlebihan.
TikTok memang seru, apalagi kalau kita menemukan makanan viral yang rasanya rugi banget kalau tidak dicoba. Namun di balik viralnya satu tren kuliner, ada banyak proses yang tidak kita lihat. Dari panen sampai pengiriman, semua dikejar karena tren yang bisa hilang dalam seminggu.
Jadi, buat kita yang hobi kulineran, boleh-boleh saja mencoba makanan viral. Tetapi tetap sadar ya, apa yang kita konsumsi bisa punya dampak yang besar bagi lingkungan.
Sumber: The Guardian, The Independent